Beruang Indonesia Timur

Beruang Indonesia Timur

*Selecting any of the linked attributes above will open a new search, showing all packs that match this attribute.

Spesification of SENNA Beruang.

Wood Material : Premium Hard Maple. Case Dimension. Width : 41mm. | Length : 49mm. | Thickness : 12mm. Movement : Miyota Japan Movement. Dial : Double layer Rosewood veneer. Hands : 3 Hands (Hour, Minutes, and Second). Spacer : Brass Polished. Glass : Hardened Mineral Crystal. Bracelet Dimension. Width : 20 mm. | Thickness : 5 mm. Buckle : Stainless Steel Folding Buckle.

What’s in the box: – SENNA Watch – Warranty Card – User Guide – Watch Strap Remover Tool – 3 pcs Extra Watch Strap

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Waktu Indonesia Timur (disingkat WIT) adalah salah satu dari tiga zona waktu yang digunakan di Indonesia, selain Waktu Indonesia Barat (WIB) dan Waktu Indonesia Tengah (WITA).

WIT mencakup seluruh provinsi di Kepulauan Maluku, Papua, dan Papua Barat, serta negara Timor Leste yang secara informal juga menggunakan WIT.

WIT menggunakan waktu standar UTC+09:00, yang berarti sembilan jam lebih cepat dari UTC.

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 243 Tahun 1963, wilayah Republik Indonesia dibagi menjadi 3 zona waktu dengan 3 waktu tolok, yaitu:[1]

Lalu berdasarkan Keppres No. 41 Tahun 1987, wilayah Provinsi Bali dipindahkan ke zona WITA, sedangkan wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dipindahkan ke zona WIB.[2]

Waktu Indonesia Timur mencakup beberapa provinsi, yatu:

Belanja di App banyak untungnya:

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Beruang kodiak (Ursus arctos middendorffi), juga dikenal dengan nama beruang cokelat kodiak, adalah subspesies beruang yang dapat ditemui di Kepulauan Kodiak di Alaska barat daya. Namanya dalam bahasa Alutiiq adalah taquka-aq.[1] Subspesies ini merupakan subspesies beruang cokelat terbesar dan salah satu dari dua beruang terbesar yang ada saat ini (beruang yang lain adalah beruang kutub.[2]

Secara fisiologis, beruang kodiak tampak mirip dengan subspesies beruang cokelat lainnya, termasuk beruang cokelat amerika (Ursus arctos horribilis) dan beruang cokelat california (U. a. californicus, punah). Perbedaan utamanya adalah besarnya: rata-rata beruang cokelat memiliki massa antara 115 hingga 360 kg,[3] sementara massa beruang kodiak bervariasi antara 300 hingga 600 kg, dan kadang-kadang ada pula yang massanya melewati 680 kg.[1] Meskipun begitu, makanan beruang kodiak tidak berbeda jauh dengan beruang cokelat lainnya.

Semenjak manusia pertama kali menyeberangi jembatan darat Bering ke Alaska, manusia telah berhubungan dengan beruang kodiak. Hubungan ini biasanya dalam bentuk perburuan beruang untuk diambil bulu atau dagingnya, atau bisa juga dalam bentuk serangan beruang terhadap manusia. Dalam beberapa terakhir, upaya konservasi telah dilancarkan untuk melestarikan subspesies ini. IUCN mengklasifikasikan spesies Ursus arctos sebagai spesies yang rentan. Namun, IUCN tidak membedakan antar subspesies; akibatnya, tidak diketahui apakah populasi beruang kodiak memang rentan seperti yang dikategorikan. Akibatnya, Departemen Perikanan dan Buruan Alaska mengawasi secara ketat jumlah beruang yang diburu di Alaska.

Beruang madu (Helarctos malayanus) termasuk familia Ursidae[2] dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis beruang yang ada di dunia.[3] Beruang ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu sekaligus dipakai sebagai simbol dari provinsi tersebut.[4] Beruang madu juga merupakan maskot dari kota Balikpapan.[5] Beruang madu di Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai Wain.[6]

Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg.[7] Bulu beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna cokelat atau biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong.[3].Jenis bulu beruang madu adalah yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya, berwarna hitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari terbit.[8] Berbeda dengan beruang madu dewasa, bayi beruang madu yang baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar.[9] Karena hidupnya di pepohonan maka telapak kaki beruang ini tidak berbulu sehingga ia dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat.[10] Kepala beruang madu relatif besar sehingga menyerupai anjing yakni memiliki telinga kecil dan berbentuk bundar.[3] Beruang jenis ini memiliki lidah yang sangat panjang dan dapat dipanjangkan sesuai dengan kondisi alam untuk menyarikan madu dari sarang lebah di pepohonan.[8] Selain itu, lidah yang panjangnya dapat melebihi 25 cm itu juga digunakan untuk menangkap serangga kecil di batang pohon.[11] Beruang madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan memiliki kuku yang panjang di keempat lengannya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan.[12] Beruang madu lebih sering berjalan dengan empat kaki, dan sangat jarang berjalan dengan dua kaki seperti manusia.[11] Lengan beruang jenis ini cukup lebar dan memiliki kuku melengkung serta berlubang yang memudahkannya memanjat pohon.[13] Kuku tangan yang melengkung digunakan oleh beruang ini untuk menggali rayap, semut dan sarang lebah dan beruang yang sedang mencari madu akan segera menghancurkan kayu yang masih hidup dan segar dan bahkan berusaha untuk menggaruk pohon yang kayunya keras.[14]Rahang beruang madu tidak proporsional karena terlalu besar sehingga tidak dapat memecahkan buah-buah besar seperti kelapa.[15] Gigi beruang ini lebih datar dan merata dibandingkan dengan jenis beruang lain, gigi taringnya cukup panjang sehingga menonjol keluar dari mulut.[16] Ukuran tulang tengkorak kepala beruang madu pada umunya memiliki panjang tengkorak 264,5 mm, panjang condylobasal 241,3 mm, lebar zygomatic 214,6 mm, lebar mastoid 170,2 mm, lebar interorbital 70,5 mm, lebar maxilla 76,2 mm.[17]

Beruang madu hidup di hutan-hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian, mereka biasanya berada di pohon pada ketinggian 2 - 7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang.[18] Habitat beruang madu terdapat di daerah hujan tropis Asia Tenggara.[19] Penyebarannya terdapat di pulau Kalimantan, Sumatra, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta Semenanjung malaya.[18] Oleh karena itulah jenis ini tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang lain yang tinggal di wilayah empat musim.[20] Beruang madu pada masa lalu diketahui tersebar hampir di seluruh benua Asia, namun sekarang menjadi semakin jarang akibat kehilangan dan fragmentasi habitat.[21]

Beruang madu adalah binatang omnivora yang memakan apa saja di hutan.[2] Mereka memakan aneka buah-buahan dan tanaman hutan hujan tropis, termasuk juga tunas tanaman jenis palem.[3] Mereka juga memakan serangga, madu, burung, dan binatang kecil lainnya.[22] Apabila beruang madu memakan buah, biji ditelan utuh, sehingga tidak rusak, setelah buang air besar, biji yang ada di dalam kotoran mulai tumbuh sehingga beruang madu mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyebar tumbuhan buah berbiji besar seperti cempedak, durian, lahung, kerantungan dan banyak jenis lain.[3] [22]

Beruang madu aktif di malam hari atau disebut juga dengan makhluk nokturnal, mereka menghabiskan waktu di tanah dan memanjat pepohonan untuk mencari makanan.Kecuali betina dengan anaknya, beruang madu umumnya bersifat soliter. Mereka tidak berhibernasi sebagaimana spesies beruang lainnya karena sumber pakannya tersedia sepanjang tahun.[23] Dalam satu hari seekor beruang madu berjalan rata-rata 8 km untuk mencari makanannya.Perilaku beruang madu yakni menggali dan membongkar juga bermanfaat untuk mempercepat proses penguraian dan daur ulang yang sangat penting untuk hutan hujan tropis.[3] Beruang madu juga sangat berperan dalam meregenerasi hutan sebagai penyebar biji buah-buahan, dan terkenal sebagai pemanjat pohon yang ulung. Sifatnya pemalu, hidup penyendiri, aktif di siang hari dengan kebutuhan wilayah jelajah yang luas.[24]

Di sebagian wilayah Lampung, beruang ini seringkali merusak gubuk petani dan mencuri jatah makanan seperti minyak goreng. Mereka juga dianggap hama dan ancaman karena sering tidur di atas pohon durian dan mencuri buahnya.

Beruang madu tidak mempunyai musim kawin tetapi perkawinan dilakukan sewaktu-waktu terutama bila beruang madu betina telah siap kawin. Lama mengandung beruang betina adalah 95-96 hari, anak yang dilahirkan biasanya berjumlah dua ekor dan disusui selama 18 bulan.[25] Terkadang, beruang betina hanya terlihat dengan satu bayi dan sangat jarang ditemukan membawa dua bayi setelah masa kehamilannya.[13] Hal ini sangat dimungkinkan karena beruang madu sengaja menunda perkawinan untuk mengupayakan agar bayi terlahir saat induk memiliki berat badan yang cukup, cuaca yang sesuai serta makanan tersedia dalam jumlah yang memadai.[26] Beruang melahirkan di sarang yang berbentuk gua atau lubang pepohonan dimana bayi yang terlahir tanpa bulu dan masih sangat lemah dapat bertahan hidup. Bayi akan tetap tinggal di sarang sampai ia mampu berjalan bersama induknya mencari makanan.[27] Bayi beruang madu di duga hidup bersama induknya hingga berusia dua tahun dan kemudian mulai hidup secara mandiri.[28]

Beruang madu telah dikategorikan sebagai binatang yang mudah diserang dan terancam kelangsungan hidupnya.[29] Hal ini disebabkan oleh pengerusakan habitat yang berlangsung terus-menerus.[26] Ancaman terbesar bagi beruang madu memang semakin hilangnya habitat yang berupa hutan hujan tropis, termasuk diantaranya fragmentasi hutan dan degradasi hutan yang disebabkan oleh perilaku manusia berupa pembalakan hutan secara liar serta penebangan hutan untuk keperluan perkebunan karet, kelapa sawit serta kopi.[30] Ancaman lain bagi beruang madu adalah adanya perburuan, baik dikawasan perlindungan maupun di luar kawasan perlindungan, bagian tubuh beruang madu seperti katung empedu serta cairannya banyak diperdagangkan secara gelap untuk memenuhi permintaan pasar pengobatan tradisional.[31] Selain itu, konflik yang terjadi antara manusia dengan beruang madu terkait dengan perusakan wilayah pertanian juga merupakan ancaman bagi beruang jenis ini.[32] Bencana alam seperti kebakaran hutan turut memengaruhi kelangsungan hidup beruang madu karena berhubungan erat dengan kelestarian habitat serta ketersediaan makanan.[27]

Konservasi beruang madu masih sangat jarang dilakukan.[33] Beruang ini telah terdaftar dalam Appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) sejak tahun 1979 yang menyatakan bahwa mereka tidak boleh diburu oleh siapapun.[34] Penelitian lebih lanjut mengenai beruang madu sedang dilakukan, khususnya tentang dasar-dasar biologis, ekologi, serta perilakunya.[35] Konservasi beruang madu perlu difokuskan pada perlindungan terhadap habitat hutan, manajemen yang baik terhadap bidang perlindungan beruang madu, supremasi hukum yang tegas terkait dengan pelanggaran terhadap perlindungan beruang madu, menghentikan perdagangan anggota tubuh beruang, serta mengurangi konflik antara manusia dan beruang madu di wilayah hutan.[35]

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hibrida grizzly-beruang kutub adalah sejenis binatang hibrida yang dilaporkan ditemukan di Banks Island, Northwest Territories, Kanada, pada bulan April 2006.[1]

Beruang ini ditembak oleh seorang pemburu Amerika Serikat.[1] Kemudian, binatang ini menarik perhatian karena bulunya yang putih dengan beberapa bintik coklat. Ia juga memiliki kuku panjang dan punggung bungkuk, ciri khas grizzly.

Sebuah penyelidikan DNA memastikan bahwa ia adalah seekor hibrida.[1] Ini adalah kasus pertama yang didokumentasikan di alam liar.[2], walaupun telah diketahui sebelumnya bahwa hibrida jenis ini mungkin ada dan beberapa hibrida beruang lainnya pernah ditemukan.

Beruang kungkang (Melursus ursinus) adalah salah satu spesies beruang arboreal, nokturnal dan insektivora yang berasal dari subbenua India.

Pada mulanya dipikirkan terkait dengan sloth Amerika Selatan, Shaw and Nodder pada tahun 1791 menyebutnya Bradypus ursinus mencatat bahwa ia seperti beruang tetapi diberikan beban dengan cakar panjang dan tidak adanya gigi seri tengah atas. Meyer (1793) mengidentifikasi ia sebagai beruang dan menyebutnya Melursus lybius dan pada tahun 1817, de Blainville menyebut Ursus labiatus dikarenakan bibirnya panjang. Iliger menyebutnya Prochilus hirsutus, nama genusnya dalam Bahasa Yunani mengindikasikan lidahnya panjang sedangkan nama khususnya menunjukkan rambut yang panjang dan kasar. Fischer menyebutnya Chondrorhynchus hirsutus sementara Tiedemann menyebutnya Ursus longirostris.[2]

Moncong beruang kungkang tebal dan panjang, dengan rahang kecil dan moncong bulat dengan lubang hidung lebar. Mereka mempunyai bibir bawah yang panjang yang dapat diregangkan hingga ke tepi luar hidung mereka, dan mereka tidak memiliki gigi seri atas, sehingga memungkinkan mereka menyedot serangga dalam jumlah besar. Gigi geraham depan dan gerahamnya lebih kecil dibandingkan beruang lainnya, karena mereka tidak mengunyah banyak tumbuh-tumbuhan. Pada orang dewasa, kondisi gigi biasanya buruk karena banyaknya tanah yang mereka hisap dan kunyah saat memakan serangga. Bagian belakang langit-langitnya panjang dan lebar, seperti ciri khas mamalia pemakan semut lainnya. Cakarnya berukuran tidak proporsional, dan memiliki cakar yang sangat berkembang, berbentuk sabit, dan tumpul. Kaki belakang mereka tidak terlalu kuat, meskipun bersendi lutut, dan memungkinkan mereka mengambil hampir semua posisi.Telinganya sangat besar dan lemas. Beruang kungkang adalah satu-satunya beruang yang memiliki rambut panjang di telinganya.

Bulu beruang kungkang benar-benar hitam (berkarat pada beberapa spesimen), kecuali tanda berbentuk Y atau V berwarna keputihan di bagian dada. Ciri ini terkadang tidak ada, khususnya pada spesimen Sri Lanka. Ciri ini, yang juga terdapat pada beruang hitam dan beruang madu Asia , dianggap sebagai tanda ancaman, karena ketiga spesies tersebut bersimpati dengan harimau (harimau biasanya tidak melakukan serangan terhadap beruang dewasa jika beruang tersebut sadar atau menghadap kucing). Bulunya panjang, berbulu lebat, dan tidak terawat, meskipun lingkungan tempat spesies ini relatif hangat, dan sangat tebal di bagian belakang leher dan di antara bahu, membentuk surai yang panjang.

Perut dan kaki bagian bawahnya hampir tidak tertutupi bulu. Beruang kungkang biasanya berukuran sama dengan beruang hitam Asia , tetapi mereka memiliki ciri khas karena bulunya yang lebih lebat, cakarnya yang berwarna keputihan, serta perawakannya yang biasanya lebih ranger. Kepala dan mulut mereka sangat berbeda dengan beruang hitam dengan bentuk tengkorak yang lebih panjang dan sempit (terutama moncongnya), bibir yang tampak longgar, lebih mengepak, dan warna moncong yang lebih pucat. Di beberapa wilayah yang tumpang tindih, beruang kungkang tidak akan tertukar dengan beruang madu , mengingat spesies terakhir ini berukuran jauh lebih kecil, bulunya jauh lebih pendek, kulit lipatnya berkerut (terutama di sekitar punggung), corak dada lebih tebal, dan sangat berbeda, struktur kepala dan penampilan lebih kompak.

The Indonesian honey bear (Helarctos malayanus euryspilus) is a subspecies of the sun bear (Helarctos malayanus) that is native to the islands of Sumatra, Borneo, and Riau in Indonesia. It is one of the smallest bear species in the world, with males weighing up to 60 kg (132 lbs) and females weighing up to 50 kg (110 lbs). Honey bears have a distinctive black coat with a cream-colored chest and throat, and a long snout with a prehensile tongue.

Honey bears are solitary animals that live in tropical rainforests and mangrove swamps. They are primarily arboreal, meaning that they spend most of their time in trees. Honey bears are excellent climbers and swimmers, and they use their sharp claws and teeth to catch prey and defend themselves from predators.

Honey bears are omnivores, and their diet consists of a variety of fruits, insects, honey, small mammals, and birds. They are particularly fond of honey, which they obtain by raiding beehives. Honey bears are also known to eat termites, which they extract from their nests using their long tongues.

Honey bears are an important part of the Indonesian ecosystem. They help to disperse seeds and pollinate plants. Honey bears are also a popular tourist attraction, and they can be seen in several national parks and zoos in Indonesia.